Bagi penggemar maupun pembudidaya ikan hias air tawar, Congo tetra tentu tidak terlalu asing. Selain cantik, Congo yang merupakan salah satu keluarga Characidae, juga bisa mencapai ukuran besar dibandingkan dengan ikan - ikan tetra lainnya. Congo betina bisa tumbuh sampai 6 cm, sedangkan yang jantan malah bisa mencapai 8 cm.
Dari namanya, kita sudah bisa menerka, kalau ikan yang bila berenang suka bergerombol ini, bukan asli Indonesia. Tepatnya ia berasal dari perairan umum Congo di benua Afrika.
Sepintas, Congo kelihatannya istimewa, terutama yang betina. Sosoknya biasa saja, seperti ikan kebanyakan. Tapi mengapa Congo cukup dikenal dikalangan pembudidaya ikan hias ? Pasti ada sesuatu tentang ikan ini. Namun yang jelas, seperti juga beberapa ikan introduksi lain, ternyata Congo cocok dan bisa dikembangkan di Indonesia. Disisi lain, secara ekonomis Congo termasuk menguntungkan bila diusahakan secara serius.
Dalam dunia perikanhiasan, Congo memang belum sejajar dengan Discus, atau ikan - ikan hias mahal lainnya. Tetapi dari segi bisnis ikan hias, jelas Congo masih diatas rata - rata jenis ikan sekerabatnya. Ini dimungkinkan karena tidak semua orang mampu mengembangbiakan Congo.
Ikan yang pada kedua sisi, kiri dan kanan badannya ditutupi oleh sisik besar ini, akan memancarkan warna lembayung (violet) bila diterpa oleh cahaya lampu. Tubuh Congo terdiri dari kombinasi warna - warna pelangi, sehingga ia tampak cemerlang bila sedang meliuk - liuk didalam akuarium yang terang.
Demikian pula dengan sirip - siripnya, berwarna kereah - merahan dengan kombinasi violet pada bagian pinggirnya.
Daya tarik lain dari Congo adalah bentuk siripnya. Pada ikan jantan, jari - jari sirip punggung sangat panjang, sehingga menyerupai rumbai. Hal yang sama juga terdapat pada sirip ekor. Diantara cagak ekor tumbuh jari - jari sirip memanjang seperti kucir. Bentuk yang demikian tidak terlihat pada ikan betina. Sehingga secara visual dengan mudah kita bisa membedakan antara jantan dan betina.
Kiat kawinkan Congo Tetra
Kunci keberhasilan pemijahan ikan yang bersifat pendamai ini, sebenarnya terletak pada pH dan kesadahan air. Hal ini telah dibuktikan oleh Dr. Meder - seorang ahli ikan hias Jerman.
Dr. Meder berhasil mengawinkan Congo dengan cara menurunkan pH air dibawah 6 dan kesadahan tidak melebihi 6 DH (Degrees of Hardness). Caranya, air yang akan dipakai untuk pemijahan, ia campur dengan 10 liter air yang telah ditambahkan 1/10 butir asam tanik (tanic acid). Sebelum digunakan, campuran air itu harus diendapkan dulu selama 2 - 3 hari, begitu Meder menyarankan.
Cara lain juga yang populer, yang berkaitan dengan pH dan kesadahan, adalah cara "meng-asamkan air". Air yang akan dipakai untuk pemijahan, dilewati melalui saringan "lumut bahan pembakar" (peat moss), yaitu berupa filter yang berisi sabut kelapa. Sehingga air berubah warna menjadi kuning sawo. Sebelum digunakan, air ini dicampur dulu dengan 10 liter air yang telah diberi garam dapur yang tidak beryodium sebanyak 1 (satu) sendok teh. Maksudnya sebagai disinfektan. Sehingga telur dan sperma induk nantinya tidak mudah terserang jamur atau penyakit.
Karena Congo suka bergerombol, ada baiknya kalau tempat untuk pemijahan disediakan akuarium yang berukuran besar. Untuk mengawinkan induk sebanyak 2 ekor jantan dengan 6 ekor betina (1 : 3) bisa digunakan akuarium ukuran 100 X 50 X 50 cm, dengan tinggi air sekitar 40 cm.
Jika sehari - hari, Congo betah pada suhu antara 22 - 29 derajat Celcius, maka pada waktu pemijahan harus diusahakan sekitar 24,4 derajat Celcius. Kemudian yang tidak kalah penting adalah karena sifat telur Congo yang sedikit menempel, maka perlu adanya suatu subtrat untuk tempat menempel. Biasanya digunakan tanaman air yang agak lunak seperti hydrilla, tentunya yang sudah bebas dari hama dan bibit penyakit.
Jika semua persiapan telah selesai, tibalah saatnya kita memasukkan induk - induk yang telah matang kelamin. Induk yang baik umumnya sudah berumur 1 (satu) tahun dengan panjang lebih dari 5 cm. Agar tidak keliru, selain berbeda sirip punggungnya dan sirip ekor, induk jantan umumnya berwarna lebih cerah. Sedangkan yang betina agak pucat.
Pemijahan biasanya terjadi stelah 3 - 4 hari sejak induk - induk dilepaskan. Setelah kelihatan tanda - tanda pemijahan berakhir, induk - induk sudah bisa dipindahkan ke tempat (akuarium) yang lain.
Menurut Dr. Meder, telur Congo baru menetas setelah 6 hari. Dan dalam waktu 24 - 36 jam kemudian, benih - benih sudah kelihatan berenang dengan bebas. Pada umur 3 hari, benih Congo sudah bisa diberikan makanan hidup berupa infusoria, atau artemia yang baru menetas. Seminggu kemudian, ukuran makanan yang diberikan bisa ditingkatkan, misalnya kutu air saring. Setelah itu, ukuran makanan disesuaikan dengan ukuran ikan.
Sumber : Suara Karya ( 13 Maret 1990 ), Dok. Trubus.
thanks infonya gan, saya akan coba
BalasHapus